Sekretariat DPC PERMAHI Palembang : Jln. Jendral Sudirman Lrg. Karet No. 2 Lantai II Kelurahan 24 Ilir, Bukit Kecil, Palembang - Sumatera Selatan.
Selamat Datang di Blog Resmi DPC PERMAHI Palembang

Rabu, 06 April 2011

Warkop Prambors Hingga Warkop DKI : Ada Aksi Di Balik Komedi (Sebuah Catatan Kehidupan Mahasiswa Era Orde Baru)

*Oleh : Bhimo Ariwibowo

Siapa yang tak mengenal Warkop atau masyarakat umum lebih mengenalnya dengan Warkop DKI. Sebuah grup lawak legendaris yang tercatat paling sukses di Indonesia. Selain tercatat sebagai grup lawak yang tercatat paling eksis hingga menyentuh tahun ke 34, Warkop juga tercatat sebagai grup lawak yang paling banyak menghasilkan karya layar emas di panggung hiburan Indonesia. Namun tak semua orang mengetahui latar belakang dari kelahiran grup lawak warkop ataupun latar belakang personil warkop itu sendiri pada masa lampau. Warkop merupakan grup lawak yang lahir akibat ekses yang luas atas kediktatoran era orde baru, begitu yang diungkapkan Indro disalah satu acara talkshow di televisi nasional.

Tak banyak yang menyangka kalau warkop merupakan grup lawak yang lahir karena sebuah ide dari sikap menentang pemerintah yang dibalut komedi sebagai kata-kata yang menyentil pemerintah orde baru terhadap kebijakannya. Dan banyak pula yang tak menyangka kalau para personil warkop merupakan kumpulan aktivis militan kampus. 

Lahirnya warkop prambors yang merupakan cikal bakal dari warkop DKI tidak pernah lepas dari peristiwa kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka untuk bertemu dengan Presiden Soeharto untuk membicarakan masalah investasi Jepang di Indonesia. Pada saat itu mahasiswa di Perkampungan Mahasiswa Universitas Indonesia di Cibubur, sedang berlangsung konsolidasi mahasiswa. Mereka akan menentang rencana kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soeharto. Di sana Kasino, Nanu, dan Rudy Badil yang paling menonjol mengatur acara supaya ramai dan tidak menjenuhkan.Ide penentangan Tanaka berawal saat berlangsungnya diskusi di UI pada Agustus 1973. Pembicaranya, Subadio Sastrosatomo, Sjaffruddin Prawinegara, Ali Sastroamidjojo dan TB Simatupang. Saat itu mereka mendiskusikan soal peran modal asing.

Temmy Lesanpura, mahasiswa UI yang juga Kepala Program Radio Prambors menemui Kasino, Nanu, dan Rudy Badil di dalam acara konsolidasi mahasiswa tersebut. Ia menawari ketiganya untuk mengisi acara radio Prambors. “Mau nggak isi acara di Prambors,” tanyaTemmy. Ketiganya setuju. Namun mereka masih bingung apa nama acara itu.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya mereka temukan nama acara itu: ‘Obrolan Santai di Warung Kopi’. September 1973, mereka mulai siaran.Jam siaran setiap hari kamis malampada jam 20.30 sampai 21.15. Tak ada persiapan apa pun. Ide guyonan selalu ditemukan ketika akan siaran.Dan ceritanya seenaknya saja.

Nama warung kopi disematkan sebagai tempat yang paling demokratis untuk membicarakan hal-hal hangat di negeri ini. Konsep siaran bergaya komunikatif dan berkesan orang kampung memang menjadi cara menarik minat orang untuk mendengarkan siaran mereka. Untuk itu, masing-masing punya aksen suara yang berbeda. Kasino menirukan logat China dan Padang. Nanu dengan logat Batak, dan Rudy Badil dengan aksen Jawa.

Tahun 1974, Dono direkrut untuk bergabung di acara itu. Ia dikenal sebagai salah satu aktivis UI. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS, sekarang FISIP) itu dikenal tak banyak bicara. Namun sekali berbicara, banyak orang tertawa. Apalagi aksen Jawa-nya kental. “Dari materinya, acara ini sering nyinggung juga tentang anti modal asing. Tapi, sentilannya tidak kentara. Halus banget. Kita tahu, arahnya ke masalah hangat juga,” tutur Indro.

15 Februari 1974. Saat itu Tanaka tiba di Jakarta. Mahasiswa melangsungkan aksi unjuk rasa di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Tiga pokok tuntutan mahasiswa dalam aksi itu; pertama, pemberantasan korupsi, perubahan kebijakan ekonomi yang berkaitan dengan modal asing yang didominasi Jepang, dan pembubaran lembaga yang tidak konstitusional.

Aksi kedatangan Tanaka kemudian meluas di beberapa tempat lainnya di Jakarta. Ironinya, terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan. Mobil dan motor buatan Negeri Sakura itu, dibakar massa. Asap mengepul di segala penjuru.nPeristiwa itu, akhirnya dikenal dengan ‘Malari 74’, kependekan dari Malapetaka Lima Belas Januari 1974. Dari kejadian itu, diperkirakan, 11 orang meninggal, 300 orang luka-luka, 775 orang ditahan, ribuan mobil dan motor rusak serta terbakar. Ratusan kilogram emas hilang di sejumlah toko perhiasan.



Saat berlangsung unjuk rasa anti Tanaka, Wahjoe Sardono alias Dono berada di antara kerumunan massa di kampus UI, Salemba, Jakarta Pusat. Dengan membawa kamera, ia berupaya mendekati podium. Dono meraih mikrofon, lantas menyorongkannya kepada Rektor UI Prof. Mahar Mardjono untuk berorasi di hadapan massa.

Dono tidak hanya ikut aksi demo. Ia juga sibuk memotret semua peristiwa aksi. Banyak wartawan yang sudah mengenalnya sebagai pelawak di Radio Prambors. Kepada salah satu media di Jakarta, Dono mengatakan dengan berkelakar,” Tadinya saya punya niat untuk ikut demonstrasi yang dibayar.” “Saya kan terkenal. Jadi kalau demonstrasi bisa cepet ngumpulin banyak orang. Kan, lagi krisis, wajar kalau orang nyari duit,” kelakar Dono kepada wartawan.

Sehari sebelum kejadian, Indro baru pulang dari Filipina menjadi kontingen Indonesia untuk acara Jambore Internasional. Tiba di Bandar Udara Kemayoran, Indro kaget. Banyak tentara. “Gue pikir, kontingen pramuka disambut. Hebat banget,” kenang Indro. Saat itu ia masih kelas 1 SMA. Dalam kontingen, turut serta anak Pakubuwono. Indro diminta menjaganya. Semua anggota Pramuka dibawa masuk ke dalam ruangan VIP. Lantas langsung dilarikan ke rumah kediaman Pakubuwono di Jalan Mendut, Menteng. Indro memilih pulang ke rumahnya. Firasat Indro, akan ada kejadian luar biasa di Jakarta. “Seharusnya kontingen dimasukan dulu ke karantina,” tuturnya.

Jakarta mencekam. Di kampus UI, Salemba sudah ramai pengunjuk rasa. Indro berjalan kaki dari rumahnya ke kampus UI Salemba. Di sana, ia melihat situasi yang mengerikan. Pembakaran mobil dan motor banyak dilakukan di jalan-jalan. “Saya juga sempat nolong orang tua yang ketakutan,” tuturnya.

Sementara itu Kasino juga berada di antara massa yang berada di Bandar Udara Halim. Saat itu, dia menjabat sebagai Wakil Senat Mahasiswa FIS UI. Massa mahasiswa dan polisi sudah saling berhadapan. Polisi anti huru-hara dipersenjatai tameng rotan dan alat setrum. “Ye…beraninya pake setrum,” tutur Kasino. Tiba-tiba, polisi menyerang pengunjuk rasa. Kasino dikejar-kejar sampai ke komplek Angkatan Udara yang tak jauh dari Bandara. Ia terpojok. Dengan posisi itu, Kasino mengatakan, “Jangan pukul dong pak. Saya kan cuma ikut-ikutan.” Kasino tidak jadi dipukul.

Masa-masa itu telah berlalu. Usai peristiwa Malari 1974, Warkop Prambors tetap mengudara dengan guyonan lucunya. Tahun 1976, barulah Indro bergabung. Ia sudah mengenal empat anggota Warkop Prambors. Maklum, rumahnya dekat dengan studio. Jika ada yang siaran sendiri, ia yang menemaninya. Saat itu, Indro masih kelas 3 di SMA 4 Jakarta.

Di radio Prambors, Indro bukan orang baru. Rumahnya berdekatan dengan radio itu. Nama Prambors diambil dari gabungan jalan di kawasan Menteng. Kepanjangan dari Jalan Prambanan, Mendut,Borobudur dan sekitarnya. Awalnya disematkan untuk Rukun Tetangga (RT) di sekitar situ. Julukannya, RT Prambors.Kasino yang mengajak Indro untuk mulai permanen di acaranya. Saat itu, sedang ada pertandingan softball. Indro menjadi pemain sekaligus tukang soraknya. “Ndro, nanti malam elu mulai permanen. Mau nggak?” Tanya Kasino seusainya. Indro langsung menerima ajakannya. Tak hanya di acara itu, Indro mulai diajak show Warkop.

Formasi acara obrolan di warung kopi menjadi lima orang. Kasino, Nanu, Rudy Badil, Dono, dan Indro. Tak ayal, acara ini kian ramai. Masing-masing punya perannya sendiri. Kasino kadang berganti nama menjadi Acing dan Acong dengan logat China. Nanu menjadi Poltak yang beraksen Batak. Rudy Badil berganti nama menjadi Mr. James dan Bang Kholil.Indro berperan sebagai Mastowi, Ubai dan Ashori dengan aksen Purbalingga. Sedangkan Dono sebagai Mas Slamet,

Dari situlah, Warkop Prambors mulai dibesarkan. Semua media di Indonesia, banyak membicarakan kelompok lawakan ini. Guyonan Warkop akhirnya dikasetkan. Ada sembilan kaset. Kaset pertamanya berjudul cangkir kopi. Direkam langsung saat pementasan di Palembang. Di kaset kelima berjudul Pingin Melek Hukum. Indro berperan sebagai mahasiswa penyuluh hukum, sedangkan Kasino dan Dono sebagai warganya.

Tahun 1983, hari yang sangat menyedihkan bagi Warkop, Nanu bernama asli Nanu Mulyono, meninggal dunia akibat sakit ginjal. Dikuburkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta. Ia hanya sempat memerankan beberapa film saja. Sedangkan Rudy Badil, tidak pernah sama sekali terlibat dalam pembuatan film. Warkop akhirnya tinggal bertiga, Dono, Kasino Indro. Nama Warkop Prambors akhirnya berubah menjadi Warkop DKI. Embel-embel Prambors dilepaskan untuk menghindari pembayaran royalti kepada Radio Prambors.

Hingga pada akhirnya mereka semakin terkenal dengan formasi Dono, Kasino dan Indro dan semakin laris untuk menjadi aktor dalam banyak judul film Indonesia. Hingga pada tahun 1997 Kasino pun akhirnya meninggal dunia akibat penyakitnya.

Warkop sebagai grup lawak yang lahir akibat ekses pengekangan orde baru dengan aksi komedi dan sentilan yang kritis tercatat terlibat dalam aksi 98 dalam meruntuhkan hegemoni orde baru. Dono dan Indro menjadi Koordinator Renungan Malam di Bundaran Hotel Indonesia Jakarta pada saat masa demostrasi besar-besaran di Indonesia saat itu. Hingga pada tahun 2001 Dono pun di panggil oleh Sang Ilahi hingga warkop tinggal meninggalkan Dono seorang. 

Begitulah sekelumit kesaksian yang diberikan oleh Indro seputar perjalanan warkop, yang ia akui lahir sebagai bentuk grup lawak yang berpondasi pikiran kritis mahasiswa terhadap era orde baru yang dibalut dengan komedi. Karena pada saat itu aksi demonstrasi sebagai bentuk pemikiran kritis mahasiswa akan diberangus oleh kekuatan orde baru. Hingga Indro mengatakan bahwa Dono pernah menjadi mahasiswa penting yang diburu oleh orde baru karena aksinya memasang spanduk bertuliskan "JANTUNG SOEHARTO".

Sumber : Kesaksian Indro dari berapa sumber yang coba disimpulkan oleh Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Al-Quran & Tafsir